
Oleh ET Hadi Saputra https://x.com/ethadisaputra
Ini cerita tentang uang. Bukan uang biasa, tapi Rp200 triliun. Angka yang bikin mata silau, bikin telinga penasaran. Tapi, ini bukan cerita tentang uang yang tiba-tiba ada. Ini cerita tentang uang yang selama ini cuma ‘tidur’ di Bank Indonesia. Tidur pulas, tanpa kerja.
Selama ini, uang itu, yang namanya Saldo Anggaran Lebih (SAL), cuma ngendap. Dia memang uangnya pemerintah, tapi disimpannya di BI. Ibarat punya kasir pribadi, uangnya disimpan di brankas si kasir. Aman. Tapi tidak produktif.
Lalu datanglah Menteri Keuangan yang baru. Namanya Purbaya Yudhi Sadewa. Dia memandangi tumpukan uang itu, lalu berpikir: kenapa uang ini cuma tidur? Kenapa tidak dibangunkan? Bangunkan, suruh dia kerja!
Maka, diambilnya keputusan yang berani. Rp200 triliun itu ditarik dari rekeningnya di BI. Tidak untuk belanja, tidak untuk utang, tapi untuk dipindahkan ke bank-bank BUMN, bank-bank pemerintah, yang kita kenal sebagai Himbara.
Keputusan ini membuat sebagian orang terkejut. “Kok berani-beraninya?” bisik mereka.
Dulu, saat pandemi, BI pernah mengucurkan uang ke pemerintah. Itu namanya monetary financing, atau ‘cetak uang’. Itu yang bikin heboh, karena ada yang bilang melanggar konstitusi. BI itu harusnya independen, tidak boleh bantu-bantu pemerintah sampai segitunya.
Tapi, ini beda. Beda sama sekali.
Purbaya tidak minta uang baru dari BI. Dia cuma memindahkan uangnya sendiri, dari satu rekening ke rekening lain. Dari rekening ‘brankas’ di BI, ke rekening ‘dompet’ di bank-bank Himbara. Secara hukum, ini tidak melanggar apa-apa. Ini urusan internal pemerintah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, juga tidak keberatan. Malah senang. Karena dengan uang itu pindah, bank-bank Himbara punya amunisi lebih banyak. Mereka bisa lebih gampang menyalurkan kredit ke rakyat, ke pengusaha. Mesin ekonomi pun jadi lebih lancar.
Purbaya bilang, ini untuk “memaksa sistem bekerja”. Dia tidak mau uang itu cuma jadi angka mati di laporan keuangan. Dia mau uang itu hidup, bergerak, berputar. Dari bank, ke pengusaha, ke rakyat, lalu balik lagi. Membuat ekonomi berdenyut kencang.
Tentu, ada juga yang khawatir. “Bagaimana kalau nanti malah bikin inflasi?” tanya para ahli ekonomi. Ada juga yang takut nilai tukar Rupiah jadi lemah. Kekhawatiran itu wajar. Setiap kebijakan baru pasti punya risiko.
Tapi, keputusan sudah diambil. Rp200 triliun itu sudah bangun dari tidurnya. Sekarang dia mulai bekerja. Kita tinggal menunggu, seberapa efektif uang itu bisa menggerakkan roda ekonomi yang selama ini terasa berat.
Ini bukan lagi soal konstitusi. Ini soal pragmatisme. Soal uang yang harusnya bekerja, bukan tidur. Dan Purbaya sudah memulai langkah itu.