Tukang Kritik

Sudah terlalu banyak kita punya tukang kritik. Mereka rajin. Pagi, siang, malam. Media sosial dipenuhi suara-suara sumbang, keluhan yang itu-itu saja, atau analisis sepotong yang tidak tuntas.

Mereka merasa sudah berkontribusi besar hanya karena berhasil menunjuk satu lubang kecil di kapal besar. Hebat? Tidak. Itu mudah sekali. Semua orang bisa.

Kecerdasan sejati itu bukan soal kecepatan mengkritik. Bukan soal jari yang lincah mengetik cercaan di kolom komentar.

Kecerdasan sejati adalah kemampuan untuk MENULIS.

Menulis berarti Anda telah melalui proses yang panjang:

Melihat (bukan sekadar menengok).

Mencerna (bukan sekadar menelan mentah-mentah).

Merumuskan solusi (bukan sekadar masalah).

Dan yang paling penting, MENUANGKANNYA!

Sebab, gagasan yang tidak tertulis, itu sama saja dengan mimpi di siang bolong. Menguap. Hilang.

Dan puncaknya, ketika Anda mampu menulis secara KOMPREHENSIF. Artinya, tulisan Anda tidak hanya kritik pedas, tapi juga kritik yang cerdas, yang menawarkan alternatif, yang membuka jendela baru. Ada benang merah yang kuat, dari awal masalah sampai potensi penyelesaian.

Berhenti jadi penonton yang rewel. Mulailah jadi pemain yang berpikir keras.

Latih jari Anda untuk menulis, bukan hanya menuding. Latih otak Anda untuk mencipta, bukan hanya mencela.

Sebarkan kalau Anda setuju! 🙏👍