My Days as a Farmer






Kasijan / Kassian CEPHAS (Pelopor Fotografi Indonesia). Dalam dunia fotografi, barangkali hanya sedikit yang mengenal Kasijan Cephas. Padahal orang Jawa inilah pelopor sekaligus ahli fotografi pertama dari kalangan bumiputera.
Cephas lahir pada 15 Februari 1844. Ia diangkat anak oleh pasangan Belanda yang tinggal di Yogya karta. Pada usia 16 tahun, Kasijan (nama aslinya) masuk Kristen Protestan dan dibaptis di Purworejo oleh pendeta Braams. Pendeta inilah yang memberi nama baptis Cephas, diambil dari bahasa Semit kuno, yang sama artinya dengan Petrus.
Karir pertamanya dimulai dengan menjadi juru foto resmi Istana. Ia mulai membuat foto di atas lempengan kaca sejak 1875 dan sebagian besar menggambarkan keluarga dan suasana keraton Kesultanan Yogyakarta. Pada 1885, Cephas ikut dalam kegiatan dokumentasi peninggalan purbakala yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ilmu-ilmu Purbakala, Geografi, Etnografi, dan Bahasa milik Belanda. Pada tahun itulah Ijzerman menemukan relief Karmawibhangga yang tersembunyi di Borobudur. Dengan kamera tradisional, Cephas langsung mengabadikan dengan sangat baik dan jelas.
Meski masih menggunakan alat-alat yang sederhana, tanpa bidikan kamera Cephas, relief Karma wibhangga yang terletak di sisi tenggara Candi Borobudur tidak akan pernah terekam. Pasalnya, 160 panil Karmawibhangga itu terkubur rapat di dalam tanah karena juga berfungsi sebagai penyangga konstruksi candi.
Cephas meninggal dunia di Yogyakarta di usia 68 tahun dan dimakamkan di pekuburan Kristen. Ketika dipindahkan pada tahun 1963, jejak kuburan Cephas ikut lenyap.
TANGERANG, Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) mengadakan rapat kerja daerah hari ini 3 April 2021 dikawasan Serua, Tangerang Selatan. Pada kesempatan ini hadir 9 dari 10 Pengurus IKADIN Banten yang dilantik Minggu 24 November 2019 lalu.
Wakil Ketua Umum DPP IKADIN Susi Lestari dan Sekretaris Jenderal Ikadin Mohammad Rasyid Ridha hadir pada saat pelantikan dan menyampaikan tujuan DPD IKADIN Banten untuk menjaga marwah organisasi dan mengembangkan cabang-cabang yang ada wilyah Banten di sekitarnya.
“Apakah saudara semua yang ada disini yang akan kami lantik bersedia dan sanggup untuk melaksanakan anggara dasar dan anggaran rumah tangga?,” kata Susi pada saat pelantikan.
Susi juga berharap kedepan IKADIN Banten mampu melaksanakan pungsi dan tugasnya sebagai penegak hukum yang mampu membela kepentingan masyarakat.
“Kami harapkan pada saudara-saudara bisa mengembangkan organisasi IKADIN yang mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai penegak hukum dan mampu mengembangkan organisasi dengan menegmbangkan cabang-cabang di wilayah Provinsi Banten,” ujar Susi dalam kata sambutannya.
Penunjukan Ketua DPD IKADIN Banten kepada Kartono sudah melalu proses seleksi yang ketat demi terbangunnya IKADIN di Banten.
IKADIN berdiri pada 10 November 1985 di Jakarta dalam Musyawarah Nasional Advokat Indonesia digerakkan oleh Ali Said SH, Ketua Mahkamah Agung pada masa itu. Organisasi yang mempunyai semboyan fiat justitia ruat coelum, “demi keadilan sekalipun langit runtuh”, adalah Organisasi Advokat yang paling populer di Indonesia. Tercatat nama – nama besar dunia Advokat Indonesia sebagai pelopornya seperti Adnan Buyung Nasution, Harjono Tjitrosoebono, Djohan Djauhari, Albert Hasibuan dan R.O Tambunan. Sebagai Ketua dan Sekretaris dalam kepengurusan periode empat tahun pertama, adalah Harjono Tjitrosoebono sebagai Ketua Umum dan Djohan Djauhari sebagai Sekretaris Jenderal.
Pada awal berdirinya, IKADIN membatasi keanggotaan hanya bagi Advokat yang berpraktek berdasarkan surat keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, sehingga menjadikannya organisasi IKADIN agak eksklusif, tapi kemudian kebijakan tersebut dihilangkan.
Pengertian Asuransi Jiwa
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Dalam Undang Nomor 2 Tahun 1992, dirumuskan definisi asuransi yang lebih lengkap jika dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ini mencakup 2 (dua) jenis asuransi, yaitu:
a. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahul dan rumusan:
“untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang dmarapkan, atau tanggung jawab hukuin kepada pihak ket/ga yang rnungkin ahan diderita oleh terlanggung”.
b. Ansuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan:
“untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Dalam hubungannya dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada jenis asuransi, butir (b). Apabila Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 di persempit hanya melingkupi jenis asuransi jiwa, maka urusannya adalah:
“Asuransi jiwa adalah perjanjian, antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.”
Definisi inilah yang akan dijadikan titik tolak pembahasan asuransi jiwa selanjutnya.
Sebelum berlakunya Undang Nomor 2 Tahun 1992, asuransi jiwa diatur dalam Ordonantie op het Levensverzekering Bedrijf (Staatsblad Nomor 101 Tahun 1941). Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) huruf Ordonansi tersebut:
“Ovoroenkomstem van levensvorzekering de overeenkomsten tot het doon van geldelijke uitkeringen, tegen genot van premie en in verband met het leven of den dood van den menschs. Overeenkomsten van herverzekering daaronder begrepen, met dien verstande, dat overeenkomsten van ongevallenverzokerinq niet als overeenkomsten van levensverzekerinq worden berschouwd”.
Terjemahannya.
“Asuransi jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya premi yang herhubungan dengan hidup atau matinya seseorang, rensuransi termasuk di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa”.
Dalam Pasal 27 Undang Nomor 2 Tahun 1992 ditentukan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, maka Ordonantie op het Levens Verzekering Bedrijf dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun yang dimaksud dengan ‘undang-undang ini’ adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkari Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi, dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup dalam Pasal 1 angka (1) nomor 2 Undang-Undang Tahun 1992.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302. pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh) pasa. Akan tetapi tidak 1 (satu) pasalpun yang memuat rumusan definisi asuransi jiwa. Dengan demikian sudah tepat jlka definisi asuransi dalam Pasat 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dijadikan titik totak pembahasan dan ini ada hubungannya dengan ketentuan Pasal 302 dan Pasal 303 KUHD yang membolehkan orang mengasuransikan jiwanya.
Menurut ketentuan Pasal 302 KUHD:
“Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”.
Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD ditentukan:
“Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya”.
Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang dtetapkan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan uraian pasal-pasal perundang-undangan di atas, Purwosutjipto memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi:
“Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dan meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya”.
Dalam rumusan definisinya, Purwosutjipto menggunakan istilah “penutup (pengambil) asuransi dan penangung.
Definisi Purwosutjipto berbeda dengan definisi yang terdapat dalam Pasal angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1 92. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dengan tegas di nyatakan bahwa pihak-pihak yang mengikatkan diri secara timbal balik itu disebut penanggung dan tertanggung, sedangkan Purwosutjipto menyebutnya penutup (pengambil) asuransi dan penanggung.
b. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dinyatakan bahwa “penanggung dengan menerima premi memberikan pembayaran”, tanpa menyebutkan kepada orang yang ditunjuk sebagai penikmnya. Purwosutjipto menyebutkan membayar l orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Kesannya hanya untuk asuransi jiwa selama hidup, tidak termasuk untuk yang berjangka waktu tertentu.
Polis Asuransi jiwa
Bentuk dan isi Polis
Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asruransi jiwa harus diadakan secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan pasal 304 KUHD, polis asuransi jiwa memuat:
a. Hari diadakan asuransi;
b. Nama tertanggung;
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan;
d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen;
e. Jumlah asuransi;
f. Premi asuransi.
Akan tetapi, mengenai rancangan jumlah dan penentuan syarat-syarat asuransi sama sekali bergantung pada persetujuan antara kedua pihak (Pasal 305 KUHD).
a. Hari diadakan asuransi
Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung.
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary). yaitu orang yang berhak menerima sejumlah uang tertentu dan penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.
c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa badan tidak ada, sebaliknya badan tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi Jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat dlkenal melalui wujud badannya. Orang yang punya badan itu mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan.
d. Saat mulai dan berakhirriya evenemen
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi. artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya mulai tanggal 1 januari 1990 sampai tanggal 1 Januari 00, apabila dalam jangka waktu itu terjadi evenemen, maka penanggung berkewajiban membayar santunan kepada tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai penikmat (beneficiary).
Jumlah Asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUHD, perkiraan jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas keseimbangan alam.asuransi jiwa dikesampingkan.
Premi Asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi tergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.
Penanggung, Tertanggung, Penikmat
Dalam hukum asuransi minimal terdapat 2 (dua) pihak, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang menanggung beban risiko sebagai imbalan premi yang diterimanya dari tertanggung. Jika terjadi evenemen yang menjadi beban penanggung, maka penanggung berkewajiban mengganti kerugian. Dalam asuransi jiwa, jika terjadi evenemen matinya tertanggung, maka penanggung wajib membayar uang santunan, atau jika berakhirnya jangka waktu usuransi tanpu terjadi evenemen, maka penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Penanggung adaiah Perusahaan Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulanggan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan. Perusahaan Asuransi Jiwa merupakan badan hukum milik swasta atau badan hukum milik negara.
Asuransi dapat juga diadakan untuk kepentingan pihak ketiga dan ini harus dicantumkan dalam polis. Menurut teori kepentingan pihak ketiga (the third party interest theory), dalam asuransi jiwa, pihak ketiga yang berkepentingan itu disebut penikmat. Penikmat ini dapat berupa orang yang ditunjuk oieh tentanggung atau ahli waris tertanggung. Munculnya penikmat ini apabila terjadi evenemen meninggalnya tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung yang meninggal itu tidak mungkin dapat menikmati santunan, tetapi penikmat yang ditunjuk atau ahli waris tertanggunglah sebagai yang berhak menikmati santunan. Akan tetapi, bagaimana halnya jika asuransi itu berakhir tanpa terjadi evenemen meninggalnya tertanggung?. Dalam hal ini tertanggung sendiri yang berkedudukan sebagai penikmat karena dia sendiri masih hidup dan berhak menikmati pengembalian sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung.
Apabila tertanggung bukan penikmat, maka hal ini dapat disamakan dengan asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga. Penikmat selaku pihak ketiga tidak mempunyai kewajiban membayar premi terhadap penanggung. Asuransi diadakan untuk kepentingannya, tetapi tidak atas tanggung jawabnya. Apabila tertanggung mengasuransikan jiwanya sendiri, maka tentanggung sendiri berkedudukan sebagai penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Dalam hal ini tertanggung adalah pihak dalam asuransi dan sekaligus penikmat yang berkewajiban membayar premi kepada penanggung. Asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga (penikmat) harus dicantumkan dalam polis.
Evenemen Dan Santunan
1. Evenemen dalam Asuransi Jiwa
Dalam Pasal 304 KUHD yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa berbeda dengan asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUHD mengenai isi polis mengharuskan Pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Mengapa tidak ada keharusan mencantumkan bahnya yang menjadi beban penanggung dalam polis asuransi jiwa?. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan hahaya adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Akan tetapi kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. lnilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa.
Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidak pastian kapan meniggalnya seseorang sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Karena evenemen ini hanya 1 (satu), maka tidak perlu di cantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung.
2. Uang Santunan dan Pengembalian
Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal meninggalnya tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam polis. Penikmat yang di maksud adalah orang yang ditunjuk oleh tertanggung atau orang yang menjadi ahli warisnya sebagai yang berhak menerima dan menikmati santunan sejumlah uang yang dibayar oleh penanggung. Pembayaran santunan merupakan akibat terjadinya peristiwa, yaitu meninggalnya tertanqgung dalam jangka waktu berlaku asuransi jiwa.
Akan tetapi, apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi jiwa tidak terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung sebagai pihak dalam asuransi jiwa, berhak memperoleh pengembalian sejumlah uang dan penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan perjanjian dalam hal ini terdapat perbedaan dengan asuraransi kerugian. Pada asuransi kerugian apabila asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen, premi tetap menjadi hak penanggung, sedangkan pada asuransi jiwa, premi yang telah diterima penanggung dianggap sebagai tabungan yang dikembalikan kepada penabungnya, yaitu tertanggung.
Asuransi Jiwa Berakhir
1. Karena Terjadi Evenemen
Dalam asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, sejak itu pula asuransi jiwa berakhir.
Apa sebabnya asuransi jiwa berakhir sejak pelunasan uang santunan, bukan sejak meninggalnya tertanggung (terjadi evenemen)? Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah dipenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dan meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim.
2. Karena Jangka Waktu Berakhir
Dalam asuransi jiwa tidak selalu evenemen yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berakhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, niaka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumtah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalan sejumlah uang kepada tertanggung.
3. Karena Asuransi Gugur
Menurut ketentuan Pasal 306 KUHD:
“Apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain”,
Kata-kata bagian akhir pasal ini “kecuali jika diperjanjiknn lain” memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan untuk tetap dinyalakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Apablia asuransi jiwa itu gugur, bagaimana dengan premi yang sudah dibayar karena penanggung tidak menjalani risiko? Hal ini pun diserahkan kepada pihak-pihak untuk memperjanjikannya. Pasal 306 KUHD ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga.
Dalam Pasal 307 KUHD ditentukan:
“Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri, atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur”.
Apakah masih dimungkinkan penyimpangan pasal ini?. Menurut Purwosutjipto, penyimpangan dari ketentuan ini masih mungkin, sebab kebanyakan asuransi jiwa ditutup dengan sebuah klausul yang membolehkan penanggung melakukan prestasinya dalam hal ada peristiwa bunuh diri dan badan tertanggung asalkan peristiwa itu terjadi sesudah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak diadakan asuransi. Penyimpangan ini akan menjadikan asuransi jiwa lebih supel lagi.
4. Karena Asuransi Dibatalkan
Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. Apabila pembatalan sebelum premi dibayar, tidak ada masalah. Akan tetapi, apabila pembatalan setelah premi dibayar sekali atau beberapa kali pembayaran (secara bulanan), bagaimana cara penyelesaiannya? Karena asuransi jiwa didasarkan pada perjanjian, maka penyelesaiannya bergantung juga pada kesepakatan pihak-pihak yang dicantumkan dalam polis
I am absolutely thrilled to share with you an incredible piece of news that has made my day! As I checked my inbox this morning, anticipating the regular email clutter, I was overjoyed with excitement to discover the unexpected, a personal invitation from none other than Ichsanuddin Noorsy, an old friend! And what was this invitation for? Incredibly so, it was for his book launching event! An event that would not just boast excitement, but it would be a grand affair in every sense of the phrase. The launch promised to be a spectacular affair filled with excitement, fervor, and of course, the much-awaited release of his latest literary masterpiece – Bangsa Terbelah. I can hardly contain my excitement, and I am beyond grateful for the chance to witness the hard work and dedication that has been put into creating such an exceptional piece of literature. Being personally invited to events like these feels like such an honor. It is always an incredible opportunity where we can come together to show our support and appreciation for the talents and accomplishments of our dear ones. With such anticipation, I can hardly wait to catch up with old friends and meet new acquaintances as we come together to celebrate the launch of what I’m sure will be an unforgettable reading experience.
Dr. H. Ichsanuddin Noorsy is a highly respected figure in Indonesia, known for his expertise in a diverse range of fields. He holds a Bachelor of Science degree, a Bachelor of Law degree, and a Master’s degree in Public Administration, all of which have contributed to his impressive career in academic and political spheres.
Throughout his professional life, Dr. Noorsy has made significant contributions to society, particularly in the field of Islamic education. He is the founder and Chairman of the Board of Trustees of the Qatar Indonesian Islamic Economic Forum (QIIEF) and has authored several books and articles on topics ranging from Islamic economics to public administration.
In addition to his academic contributions, Dr. Noorsy has also held a number of high-profile government positions, including serving as the Minister of Religious Affairs of the Republic of Indonesia. Through his work in government, he has championed the values of social justice, human rights, and democracy, all while maintaining a deep commitment to his Islamic faith.
Last week, I had the pleasure of catching up with an old friend from high school whom I hadn’t seen in years. As we chatted over coffee, I discovered that Boy Martin had become a government prosecutor in Banten. Now he lives in Serang City. I was excited to learn more about his impressive career path and the important work he does to uphold justice in our society. It was truly inspiring to see how my friend has made a meaningful impact in their community and dedicated their talents towards serving the greater good. I left our meeting feeling energized and grateful for the opportunity to reconnect with such an accomplished and dedicated individual.
Attending cultural dance performances is a unique experience that can help you immerse yourself in the local culture. One such place to experience this is the Bentuyung village in Ubud, Bali. This village is known for preserving the traditional arts and culture of Bali through various dance performances.
The performances include Legong dance, which is a traditional Balinese dance performed by women. These dances are not only visually stunning but also have deep cultural significance.
Attending these performances is not just about watching a show, but it is an opportunity to learn about the traditions and values of the Balinese people. You can also interact with the performers and learn about the intricate details of their costumes and makeup.
Moreover, the setting of the performances is equally mesmerizing as they are usually held in outdoor amphitheaters, with the sounds of nature complementing the music and dance. The experience is truly memorable, and you come away with a deeper appreciation of the art and culture of Bali.